Burung Puyuh termasuk jenis unggas dan masih saudara dengan “ayam- ayaman”. Nama latinnya adalah Cotunix cotunix. Berat rata-rata seekor burung puyuh dewasa berkisar antara 150—300 gr. Burung puyuh betina memiliki bulu dada yang berwarna lebih terang dan berbintik-bintik.
Ukuran tubuhnya juga sedikit lebih besar dari burung jantan. Burung puyuh jantan memiliki bulu berwarna coklat gelap (mirip warna caramel) di bagian leher. Burung puyuh mencapai usia layak konsumsi (daging) ketika sudah berumur 8 minggu untuk jantan dan 6 minggu untuk betina.
Persentase Keberhasilan Ternak Burung Puyuh Petelur
Untuk petelur, burung puyuh betina mulai bertelur pada usia 6 minggu. Seekor betina mampu menghasilkan 180—200 butir telur per tahun. Tiap tahun pengecekan rutin menunjukkan bahwa kelompok ini berhasil menetaskan 3862 ekor anak puyuh. Persentase keberhasilannya adalah 30,5%. Tren produksi mereka terus meningkat, dan kelompok ini optimis, bahwa pada populasi 2000 ekor burung puyuh, mereka akan mencapai target panen telur 300 butir per hari.
Seluruh keuntungan yang didapat oleh kelompok remaja ini, 70% dipakai untuk menambah modal dan 30% dibagikan sebagai pendapatan bagi anggota. Setelah menyelesaikan fase pertama dari proyek ini, dilakukan evaluasi. Saat itu diketahui, bahwa kelompok ini menghadapi kesulitan membagi telur puyuh untuk ditetaskan dan permintaan pembelian dari masyarakat. Sekitar 1750 butir telur dijual untuk konsumsi
selama fase pertama proyek berlangsung.
Tingginya permintaan masyarakat disebabkan oleh nilai gizi dari telur mungil ini. Telur puyuh memiliki kadar
zat besi, kalsium, dan kalium lima kali lipat lebih tinggi, vitamin B6 enam kali lipat lebih tinggi, dan vitamin B2 lima belas kali lebih tinggi dari telur ayam. Oleh masyarakat, telur puyuh banyak dimakan mentah untuk pengobatan homeopati.
Sementara itu, permintaan untuk puyuh pedaging justru tidak terlalu tinggi, sekitar 15% dari total konsumsi daging masyarakat. Dalam proses penelitian diketahui, bahwa makan
daging burung puyuh tidak biasa dilakukan oleh masyarakat. Karena itu diperlukan adanya pendidikan
konsumen. Selain itu, harga puyuh pedaging delapan kali lipat lebih mahal dari telur puyuh, sehingga memperkecil volume pembelian karena masyarakat masih sensitif harga.
Kelompok Usaha ternak Puyuh Dapatkan Hasil Bisnisnya
Di samping memberikan penghasilan berupa uang, keluarga dari anggotankelompok juga membaik asupan
proteinnya melalui konsumsi dagingnburung puyuh. Tingkat kesehatan merekanjuga meningkat karena konsumsi telurnpuyuh mentah. Selain itu, desa merekanperlahan-lahan menjadi terkenalnkarena banyak dikunjungi oleh peneliti,npenyuluh, dokter hewan, dan masyarakatnumum yang tertarik dan ingin belajar
soal ternak burung puyuh. Desa ini bahkan menyisihkan lahan seluas 30 m2 untuk membangun pusat informasi.
Ketika ditanya perasaannya terhadap usaha ternak yang dijalani kelompoknya, Chesi berkata,”Capaian kami boleh dibanggakan. Kami telah membangun kandang, menyediakan pakan, dan melaksanakan pelatihan untuk 22 orang yang tertarik memulai usaha ternak burung puyuh, baik di dalam maupun luar desa.” Tantangan yang dihadapi oleh kelompok ini untuk memajukan usaha ternaknya adalah membangun jaringan dan meningkatkan efi siensi produksi agar bisa menurunkan harga jual (khususnya untuk daging burung puyuh). Semuanya itu bisa dilakukan bila mereka aktif mencari rekanan usaha dan meneruskan kerja sama dengan peneliti lokal untuk menemukan teknik beternak yang bisa meningkatkan efi siensi usaha.
Kelompok ini membuat target memiliki jaringan beranggotakan lima ribu peternak burung puyuh agar mampu memenuhi permintaan dua ribu butir telur per bulan dari masyarakat.